Belajar Bijak dari Hal yang Paling Kecil

Cerita berikut ini akan membuat kita
belajar bijak dari hal yang paling kecil yang terkadang kita
abaikan. Terkadang, hal-hal kecil sekalipun tidak “bisa” dilakukan oleh
orang dewasa. Bukan karena mereka tidak mampu melakukannya, namun mereka
memang tidak mau dan merasa tidak perlu untuk melakukan hal seperti
itu. Orang dewasa seringkali terlalu sibuk dengan urusan diri mereka
sendiri, sehingga mengabaikan banyak hal di sekitarnya. Mungkin tidak
semua, namun kebanyakan dari kita memang sering melakukannya.
Sore itu, antrian di supermarket
terbilang cukup panjang, tiga kasir berjejeran pada mejanya
masing-masing dan tampak sibuk menghadapi barisan pembeli yang menenteng
belanjaan. Seorang anak perempuan berpita merah berusia sekitar sepuluh
tahunan berdiri pada barisan paling pinggir, dekat dengan pintu keluar,
sebatang pensil dan penggaris merah muda terlihat di genggaman tangan
kanannya. Dia terlihat sabar, menanti antriannya yang akan segera tiba,
satu orang lagi di depannya sedang menghitung uang kembalian, dan
mencoba untuk memeriksa struk belanjaannya sebelum meninggalkan tempat
tersebut. Menanyakan sesuatu kepada kasir, dan masih tetap berdiri di
sana sambil memeriksa kembali struk belanja dan uang kembaliannya.
Kasir terlihat menghela napas panjang,
menatap antrian yang semakin panjang ke belakang. Kasir ini memang
dikhususkan bagi pembeli yang hanya berbelanja sedikit / beberapa barang
saja, sehingga proses pembayaran di sana jauh lebih cepat dan lancar,
jika dibandingkan dengan dua meja kasir lainnya. Namun hal ini justru
membuat antrian di sini selalu lebih panjang dari meja kasir lainnya,
sebab semua orang selalu ingin dilayani dengan cepat, terutama mereka
yang hanya berbelanja beberapa barang saja.
Baca juga : Putus Asa atau Berusaha, Mana Pilihan Kamu?
Belum sempat anak berpita merah ini maju
ke depan dan mendekati meja kasir, tiba-tiba saja barisan di
belakangnya riuh, dan dengan terburu-buru seorang ibu berusia lima
puluhan berjalan di sisi antrian yang sempit dan berusaha untuk
mendekati meja kasir. Namun yang lain enggan menepi, atau bahkan
memudahkan langkahnya menuju ke depan. Tak sedikit yang mengomel, bahkan
mengumpat kelakuan ibu tersebut.
“Antri dong, memangnya warung sayur sebelah rumah, ga ada aturan,” umpat seorang pembeli yang sedang antri di belakang.
“Ya elah, kita udah antri dari tadi, ini orang malah main serobot aja,” ujar yang lainnya.
Ibu tersebut tetap maju ke depan, hingga
akhirnya berdiri bersisian dengan anak berpita merah. Wajahnya tampak
lelah dan sedikit pucat, mungkin sedikit malu karena menjadi bahan
ejekan banyak orang di sana. Kasir hanya diam, tanpa melakukan apa-apa,
sementara orang di depannya berlalu sambil tersenyum kecut, penuh
ejekan.
“Maaf semua, saya sangat terburu-buru
dan harus segera tiba di rumah kembali. Tolong, saya mau bayar ini,
Mbak,” ucap ibu tersebut dengan terbata-bata.
“Yang benar aja, Mbak, masa orang nyerobot begitu diladeni duluan?” protes seorang pembeli yang lagi antri.
“Wah, Mbak ini harus training lagi nih kalau sikapnya kayak gini,” yang lainnya menimpali dengan ketus.
“Maaf, Ibu harus antri seperti yang lainnya,” ujar kasir sambil mempersilahkan anak berpita merah maju ke depan.
“Tapi saya hanya membeli sekotak susu
formula ini saja, cucu saya yang masih bayi menangis kehausan di rumah,
tolonglah,” pintanya pelan. Namun kasir tetap diam dan tidak menanggapi
sama sekali, sementara yang antri di belakang tetap sibuk dengan
komentar masing-masing.
“Nenek boleh bayar sekarang, biar cepat
pulang. Aku bisa antri lagi dari belakang, cuma sebentar,” ucap anak
berpita merah sambil tersenyum dan mempersilahkan ibu tersebut ke meja
kasir, seraya berlalu menuju antrian paling terakhir.
Kasir terpaku sesaat, sebelum akhirnya
mempersilahkan ibu yang berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada
anak tersebut. Pembeli sepanjang antrian menjadi hening, dan tiba-tiba
saja mereka sibuk dengan pikiran dan rasa malu masing-masing.
sumber: www.sipolos.com
0 komentar:
Posting Komentar